Испания

все об Испании, достопримечательности, испанская кухня, информация для туристов на www.spaingid.com.

Fotografer National Geographic Pemenang Award, Andrew Suryono

Fotografer National Geographic Pemenang Award, Andrew Suryono – Sering terlintas, soal pertanyaan seperti apakah proses kreatif yang dilalui seorang fotografer alam/nature/landscape. Anehnya, tiap kali melihat hasil fotografi dari ranah tersebut, kita bisa merasakan elemen personal yang kuat namun selalu bisa dinikmati tanpa usaha banyak.

Membayangkan proses mengabadikan gambarnya saja bisa membuat kita berandai-andai untuk travelling ke tempat-tempat menarik di tiap irisan dunia. Daripada terus saja bertanya-tanya sendiri, Crafters kali ini mendapatkan kesempatan untuk ngobrol dengan Andrew Suryono, seorang fotografer National Geographic yang telah bekerja di sana sejak tahun 2016 dan telah mendapatkan berbagai pengalaman serta penghargaan di luar negeri. poker asia

Fotografer National Geographic Pemenang Award, Andrew Suryono

Andrew sendiri hingga saat ini masih terus belajar, mengembangkan teknik-teknik fotografinya. Dia pun sudah menulis sebuah buku yang berjudul Traffic Light Photography System yang ditujukan untuk para fotografer berkembang yang ingin mengerti proses-proses fotografi andalan seorang Andrew Suryono. https://www.mrchensjackson.com/

Dalam wawancara, kami juga bicara tentang perjalanan, prestasi, kritik dan impian Andrew untuk memotret beberapa keindahan alam di dunia. Ia juga, memberi tips dan saran untuk para fotografer yang siap terjun ke industri fotografi lewat beberapa cara dari pandangannya.

Bagaimana cerita awal tertarik dengan fotografi?

Sebenarnya saya belajar fotografi secara tidak sengaja. Saya ceritakan dari awal.

Saya kuliah jurusan teknik industri di Amerika dan lulus dari salah satu Universitas terbaik di sana. Setelah lulus, saya mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan besar di Amerika. Life was all set, saya pikir. Saya pikir hidup saya bakal seperti ini sampai saya tua nanti. Ternyata, setelah bekerja di dunia korporasi selama hanya 6 bulan, saya merasa bekerja di dunia korporasi bukan jalan hidup yang ingin saya tempuh. Saya merasa konyol kalau harus menghabiskan waktu hidup saya bekerja di dalam kantor, di depan komputer, setiap hari mulai dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Rutinitas ini seperti penjara bagi saya dan lama kelamaan ini sangat membosankan!

Karena bosan, saya mulai belajar tentang e-Commerce di waktu luang karena saya ingin bekerja secara mandiri nantinya. Di pelajaran e-Commerce itu disebut bahwa foto adalah elemen yang paling penting yang bisa membantu penjualan barang.

Mulailah saya belajar tentang fotografi secara sederhana; beli tripod, lightbox dan pocket camera. Saya belajar tentang pencahayaan, white balance, exposure dan komposisi untuk membuat produk yang saya jual lebih menarik. Bagi saya hal-hal teknis di fotografi cukup mudah dimengerti karena saya memiliki background teknik. Selama proses pembelajaran fotografi ini, saya sangat senang dan merasa punya passion yang kuat di sini.

Mulailah saya tertarik untuk mengaplikasikan skill baru saya di luar product photography. Saya memakai ilmu baru saya untuk memfoto keluarga, landscape, event, travel dan apa pun yang bisa saya temukan! Di sini saya benar-benar keasyikan. Belajar fotografi bukan suatu beban bagi saya melainkan hobby yang membuat saya rileks dan senang setelah bekerja. Kebanyakan saya belajar secara autodidak, tapi saya pernah sekali ambil kelas fotografi di Amerika karena saya ingin mendalami digital editing.

Lama kelamaan skill fotografi saya terus meningkat secara tidak saya sadari karena saya selalu happy belajar, punya passion yang kuat dan rajin praktek. Sesudah menguji skill saya di fotografi dengan memenangkan banyak penghargaan internasional, saya putuskan untuk menjadikan fotografi full-time career saya. Sekarang saya terus melakukan publikasi internasional dan mengajar fotografi. Saya memiliki murid dari berbagai negara mulai dari Indonesia, Belanda, Australia, dan Amerika.

“Alat terpenting adalah visi saya. Jika tidak ada visi ini, punya kamera paling mahal pun tidak akan bisa menghasilkan karya yang indah.” pernyataan beliau.

Seperti apa cerita awal ketika menjadi fotografer di National Geographic?

Awalnya saya suka membaca buku dan majalah National Geographic sebagai sumber inspirasi saya. Selain foto-foto yang luar biasa, saya suka mission statement mereka: “We believe in the power of science, exploration and photography to change the world.” Sambil terus belajar dan berlatih fotografi, mimpi saya adalah suatu hari foto saya bisa dipublikasikan oleh National Geographic bersama dengan fotografer-fotografer ternama lainnya.

Fotografer National Geographic Pemenang Award, Andrew Suryono

Mimpi ini menjadi kenyataan di tahun 2016. Di tahun ini, saya menerima penghargaan “Honorable Mention” di kompetisi internasional National Geographic dengan foto saya “Orangutan in The Rain.” Berita ini sempat membuat dunia internet di Indonesia heboh. Salah satu media pertelivisian sempat mewawancarai saya, live on TV, tentang kemenangan saya di kompetisi National Geographic ini.

Di akhir tahun 2018 mimpi indah itu menjadi semakin luar biasa. Setelah mendapat banyak respons positif dari pelanggan, National Geographic mengontak saya lagi. Kali ini mereka memutuskan untuk mengajak saya kerja sama untuk menjual foto saya di seluruh galeri foto mereka di Amerika. Mereka mempunyai 9 galeri foto di sana dan semuanya terletak di kota-kota besar seperti New York, Las Vegas, Florida dan Hawaii.

Akhir November 2018, National Geographic mengundang saya untuk mengadakan acara Meet and Greet (jumpa fans) di 3 galeri mereka di Amerika di Las Vegas, Laguna Beach dan La Jolla. Di acara tersebut saya diminta untuk bercerita tentang foto saya, perjalanan fotografi, memberikan tanda tangan untuk fans dan menulis dedikasi kepada pelanggan yang membeli foto saya. Foto saya dijual cukup mahal dengan harga mulai dari USD 5.000. Pada event tersebut, saya merasa seperti selebriti di sana.

Saya bangga sekali setelah mengetahui 3 hal ini setelah acara tersebut:

– Saya adalah orang Indonesia pertama yang fotonya berhasil masuk di galeri National Geographic Amerika

– Foto “Orangutan in The Rain” saya adalah satu-satunya foto dari Indonesia di sana dan memecahkan rekor penjualan foto tercepat

– Saya orang Indonesia pertama yang diundang untuk mengadakan meet and greet oleh National Geographic.

Foto-foto event bisa dilihat di website saya di website. Sepertinya dengan event tersebut, National Geographic sudah membuat saya lebih terkenal di Amerika daripada di Indonesia.

Ke depannya saya akan melanjutkan kerja sama dengan National Geographic dalam bidang edukasi fotografi dan eksplorasi banyak destinasi di Indonesia.

Bagaimana proses kreatif sebagai fotografer di Nat Geo?

Saya sering sekali mendapatkan pertanyaan ini. Mungkin orang-orang di sini sering berpikir ada “channel” khusus untuk bisa masuk ke National Geographic. Sayangnya, jawabannya adalah tidak ada.

National Geographic mempunyai cara yang unik sekali untuk menemukan fotografer. Mereka sendiri yang akan mengontak fotografernya kalau mereka menilai karyanya cukup baik untuk dipublikasikan dan fotografernya cukup solid secara keseluruhan. Kalau ingin menampilkan karyanya, fotografer bisa meng-upload foto mereka ke bagian Your Shot di website National Geographic.

Tetapi National Geographic bukan hanya melihat dari situ saja. Mereka pun melihat website portfolio sang fotografer (website resmi, bukan akun sosial media), kemampuan presentasi sang fotografer dan seberapa dalam pengetahuan sang fotografer tentang subjek yang di foto. Banyak fotografer National Geographic memulai karier dari bidang yang tidak ada hubungannya dengan fotografi dan banyak sekali yang memiliki gelar sarjana bahkan sampai S3.

Ini menunjukkan bahwa kemampuan lain seperti presentasi dan pengetahuan yang mendalam tentang subjek yang difoto adalah elemen yang sangat penting jika ingin bekerja sama dengan National Geographic.

Victoria Wheeler

Back to top